Moral Story Nikah Kilat 12 Hari
Setiap pasangan yang baru saja melangsungkan pernikahan tentu saja memiliki harapan dan keinginan agar pernikahan yang dijalani bisa selama-lamanya sampai maut memisahkan. Bukan hanya sekedar bertahan lama, namun juga dijalani dengan penuh cinta dan kebahagiaan. Namun sayangnya harapan tersebut tidak bisa didapat oleh wanita muda bernama Nai. Baru-baru ini kisahnya visal di sosial media tentang singkatnya pernikahan yang dijalani yaitu hanya bertahan 12 hari.
Bagi anda semua yang sudah membaca kisahnya pasti akan memberikan respon yang berbeda-beda. Ada yang menyudutkan pihak wanita ataupun pihak pria. Namun, daripada kita sibuk memberikan komentar alangkah baiknya kita memetik moral dari kisah yang telah di bagikan lebih dari 52ribu kali tersebut.
Dari utas yang dibagikan oleh Nay, sapaan Naima Maherwari terdapat beberapa clue yang saya tangkap dan berpotensi pada persoalan yang kini sedang dihadapi.
Clue yang pertama :
Mendadak diajak menikah
Dalam suatu hubungan idealnya rencana pernikahan tidak diajukan secara mendadak. Tentunya hal pernikahan yang dimaksud bukan soal persiapan prosesi, tapi persiapan secara mental dalam artian apakah sudah benar-benar mengenal calon? Baik itu masa lalu, karakter, kepribadian, dll. Dan apakah selama pacaran penyelesaian konflik yang dilakukan sudah sesuai atau masih ada ganjalan tertentu karena masih belum bisa hear to heart dalam relasi yang dijalani. Niatan untuk mengajak menikah itu memang niatan baik, namun jangan sampai niatan baik itu tidak dibarengi persiapan yang matang secara mental.
Clue yang kedua :
Koflik besar mendekati hari pernikahan
Konflik dalam fase persiapan pernikahan itu memang wajar, akan tetapi perlu dipahami apakah konflik tersebut membangun atau tidak. Sebab dari konflik sebenarnya terlihat sifat dasar atau karakter dasar. Hal tersebut terlihat dari cerita Nay bahwa selama pacaran mantan tidak pernah sampai menunjuk-nunjuk, mendorong dan berbicara dengan nada tinggi. Kaget? Tentu saja kaget. Dan sebenarnya Nay muncul keraguan apakah benar mantan adalah calon imam yang baik atau tidak. Namun keraguan itu tertutupi dengan hari H yang sudah semakin dekat serta tekanan yang didapat ketika seandainya pernikahan itu tidak jadi terlaksana.
Clue ke tiga:
Takut menghadapi pasangan
Selama munculnya konflik dan amarah yang meledak-ledak dari pasangan, membuat Nay menjadi takut. Bahkan sebelum hidup bersama dalam satu rumah saja dia sudah merasa tidak aman. Namun kembali lagi hal tersebut berusaha ditutupinya agar semua bisa berjalan dengan lancar. Nay lebih memikirkan tentang orang tuanya yang sudah mempersiapkan semua dengan matang, istilahnya tidak mau membuat ortu kecewa dengan segala perngorbanan yang telah diberikan.
Clue ke 4:
Nay menemukan chat pasangan dengan orang lain yang berisi menjelek-jelekkan dirinya.
Nah disini sebenarnya clue yang sangat vital, sebab ini bagian dari bukti bahwa pasangan memang kurang mengenal Nay dan manajemen konflik yang buruk. Mengapa merasa belum mengenal Nay dengan baik karena dia masih meragukan Nay sehingga belum percaya sepenuhnya dengan keputusan yang telah disepakati. Ketidak sepakatan tersebut justru diceritakan pada orang lain, bukan pada diri Nay. Tentu hal tersebut bukanlah hal yang menunjukan sikap dewasa seseorang dalam menghadapi suatu konflik.
Dari cerita yang disampaikan sejujurnya Nay sudah bisa menangkap clue-clue tersebut. Akan tetapi Nay bingung mesti bagaimana. Karena kembali lagi tekanan terbesar dalam suatu pernikahan di Indonesia ialah pihak perempuan, terlebih perempuan Jawa. Menjadi suatu tradisi bahwa pihak perempuanlah yang menyiapkan semua tetek bengek prosesi pernikahan, dan tentu saja biaya yang dibutuhkan tidak sedikit.
Oleh sebab itu moral value yang bisa kita pelajari dari kisah Nay ialah sebelum menikah penting sekali untuk mengenal karakter masing-masing. Masa pacaran atau pendekatan sebenarnya dimaksud untuk bisa mengenal karakter masing-masing sampai level yang terdalam. Tentu untuk bisa memahami pasangan butuh proses yang panjang, sekalipun sudah mengenal sampai keluarga besarpun juga belum menjamin sudah saling mengenal karakter masing-masing. Lalu bagaimana cara efektif untuk bisa mengenal pasangan lebih dalam? Yaitu dengan komunikasi.
Komunikasi dalam Hubungan
Seperti yang kita ketahui bahwa bentuk komunikasi itu beragam, bukan hanya komunikasi verbal namun juga nonverbal. Banyak yang salah mengartikan bahwa komunikasi verbal itu hanya menyampaikan kata-kata semata, padahal kita juga perlu memahami apa makna yang terselip atau tersembunyi dibalik kata-kata yang diucapkan. Salah satu cara yang perlu dilewati oleh pasangan dalam komunikasi ialah pada saat berkonflik. Sebelumnya jangan dibayangkan konflik yang dimaksud seperti pertikaian yang sampai melukai fisik. Komunikasi yang dimaksud ialah terkait bagaimana saling memahami pola komunikasi antara satu dengan yang lain, terlebih terkait dengan penyelesaian konflik.
Scott Kedersha seorang konselor pernikahan dalam bukunya menjelaskan bahwa komunikasi merupakan ketrampilan penting yang dibutuhkan dalam membina suatu hubungan.Dalam bukunya Scott menyebutkan terdapat beberapa cara untuk membangun komunikasi dan penyelesaian masalah yaitu mencari pemahaman bukan siapa yang menang, belajar untuk mendengarkan terlebih dulu sebelum berbicara, dan melihat setiap permasalahan dari sudut pandang yang berbeda. Untuk bisa mencapai kualitan komunikasi tentu saja perlu banyak latihan dengan sering membicarakan hal-hal yang penting dan berbobot untuk didiskusikan bersama.
Komunikasi dengan pasangan merupakan jembatan awal untuk bisa memahami dan merawat suatu hubungan. Bagaimanapun kita memang tidak bisa benar-benar memahami apa yang ada di hati seseorang, akan tetapi dengan komunikasi yang sehat bisa meminimalisir konflik yang pelik.
Saya berdoa agar Nay bisa mengambil pelajaran penting dalam peristiwa tersebut dan tidak berlarut-larut menjadikan trauma untuk menemukan pasangan hidup kedepan.